Assalamu’alaikum
Warahmatullaahi Wabarakaatuh.
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Wahai saudaraku dalam
situasi dan kondisi apapun , keikhlasan akan tetap
menjadi modal, bekal sekaligus kemudi
amal sholih .
Apalagi dakwah sebagai puncak dari amal
sholih. Karena semakin berat dan mulia sebuah tugas
tentu akan semakin dibutuhkan keikhlasan.
Semakin dewasa perjalanan dan pengalaman dakwah
seseorang, maka semestinya
semakin baik tingkat dan
kualitas keikhlasannya.
Keikhlasan juga merupakan
salah satu dari dua pilar dan syarat diterimanya
amal sholih, bahkan ia yang paling
utama, seperti yang dinyatakan oleh Abdullah bin
Al-Mubarak ketika menafsirkan ayat:
“Yang menjadikan mati dan
hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya”
(Al-Mulk: 2).
Tanpanya amal seseorang
akan sia-sia tidak bernilai. Untuk itu, dengan ikhlas,
akan mencukupi amal yang sedikit seperti yang ditegaskan
dalam sebuah riwayat Ad-Dailami,
“Ikhlaslah kamu dalam
beramal, maka cukuplah amal yang sedikit yang kamu
lakukan”.
” أَخْلِصِالْعَمَلَيَجْزِيْكَالقلِيْلُمِنْهُ”
Agar ikhlas dapat
terpelihara, tentu ada variabel yang melekat pada setiap amal yang kita
lakukan; diantaranya variabel profesionalisme,
kompetensi, itqan dan kesungguhan.
Maka amal yang cenderung
apa adanya, serampangan, asal jadi, “pokoknya” dan
amal yang tidak konsisten bisa jadi karena ketidak ikhlasan
kita dalam menjalankan tugas tersebut.
Ini tantangan terberat
bagi kita sesungguhnya. Ikhlas inilah yang akan
memperkuat potensi spritualitas kita.
Lantas pertanyaan besar
kita, “Apakah ruh dan motifasi yang menggerakkan roda amal
kita selama ini ???…
Semoga uraian ini bermanfaat untuk kita semua. Insya Allah .
Aaaaamiin.
Wassalamu’alaikum
warahmatullaahi wabarakaatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar