Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .
Bismillaahirrahmaanirrahiim.
Allah swt berfirman yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada ALLAH dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat)……….”
[QS. al-Hasyr: 18].
Melalui ayat ini Allah swt memberitahuan
kepada kita semua bahwa Muhasabah (Mengevaluasi Diri), adalah sarana yang dapat membantu seseorang .
Membantu dalam hal apa ? Agar tahu kelemahan diri, faham akan
kekurangan diri , sadar bahwa diri telah banyak berbuat salah, noda dan dosa.
Untuk
mengevaluasi diri adalah sebagai berikut:
Pertama, Tidak menutup diri dari saran pihak
lain.
Seorang dapat terbantu untuk
mengevaluasi diri, Dengan bermusyawarah
bersama rekan, Dengan niat untuk mencari
kebenaran.
Ini sering terjadi di jaman
sahabat Rasulullah.
“Umar senantiasa membujukku untuk mengevaluasi
pendapatku dalam permasalahan itu (mengumpulkan al-Qur-an) hingga Allah
melapangkan hatiku dan akupun berpendapat sebagaimana pendapat Umar”
[HR.
Bukhari].
Kedua, Bersahabat dengan rekan yang shalih.
Salah satu sarana untuk tetap berada di jalan yang benar, Dengan meminta nasehat dan mengingatkan
kekeliruan kita, Meminta masukan tentang
solusi terbaik bagi suatu permasalahan.
Bukankah pendapat/pemikiran kita tidak lebih
benar dari Rasulullah saw .
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya aku hanyalah manusia seperti
kalian. Aku lupa sebagaimana kalian lupa. Oleh karenanya, ingatkanlah aku
ketika diriku lupa”
[HR. Bukhari].
Betapa banyak kezhaliman dapat
dihilangkan, Dan betapa banyak tindakan
yang keliru dapat dikoreksi, Ketika
rekan yang shalih menjalankan perannya.
Ketiga, Menyendiri untuk melakukan
muhasabah. Salah satu bentuk evaluasi
diri yang paling berguna, Adalah menyendiri
untuk melakukan muhasabah, Dan
mengoreksi berbagai amalan yang telah dilakukan.
Diriwayatkan dari Umar bin al-Khaththab,
beliau mengatakan:
“Koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab
dan berhiaslah (dengan amal shalih) untuk pagelaran agung (pada hari kiamat
kelak)”
[HR. Tirmidzi].
Diriwayatkan dari Maimun bin Mihran, beliau
berkata:
“Hamba tidak dikatakan bertakwa hingga dia
mengoreksi dirinya sebagaimana dia mengoreksi rekannya”
[HR. Tirmidzi].
Jika hal ini dilakukan, Niscaya orang yang melaksanakannya akan
beruntung,
Bukanlah sebuah aib untuk
rujuk kepada kebenaran, Karena musibah
sebenarnya, Ketika terus-menerus
melakukan kebatilan. Wallahu A’lam.
Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh .